Agak sulit membayangkan Indonesia tanpa sepak bola. Sepak bola sudah
menjadi olahraga rakyat di negeri berpenduduk 230-an juta ini. Bahkan,
sebelum digempur neolieralisme, hampir setiap kampung punya lapangan
bola.
Sepak bola dicintai banyak orang Indonesia. Bung Karno juga sebetulnya
pencita sepak-bola. Pada masa kecilnya, kira-kira umur 10 tahun, Bung
Karno sangat berminat pada perkumpulan sepak-bola. Tan Malaka juga
pencinta sepak bola.
Sayang, jaman itu, sepak bola seolah diharamkan bagi bumiputra. Saat
itu, Bung Karno bermukim di Mojokerto. Anak-anak belanda tidak mau
bermain bola dengan anak-anak bumiputera. Tidak jarang tertempel tulisan
Verboden voor Inlanders en Houden atau Dilarang Masuk untuk Pribumi dan
Anjing di setiap pintu lapangan sepak bola.
Tak mau menyerah, kaum pribumi membuat klub sendiri. Bahkan, mereka
sering membuat kompetisi sendiri. Dari situlah berdiri Persatoean
Sepakraga Seloeroeh Indonesia (sekarang PSSI). Perkumpulan ini dipimpin
oleh Ir Soeratin Sosrosoegondo.
Cita-cita Bung Karno menjadi anggota perkumpulan sepak-bola pun kandas.
Meski demikian, Bung Karno tetap berhubungan dengan para penggagas sepak
bola bumiputera. Kelak, sepak bola ini menjadi ajang konsolidasi
gerakan.
Perhatian Bung Karno terhadap bola tidak pudar. Begitu Indonesia
merdeka, sepak bola menjadi salah satu cabang olahraga yang
diprioritaskan untuk dikembangkan agar bisa mendulang prestasi di
tingkat dunia.
Usaha itu tidak sia-sia. Tahun 1954, PSSI melakukan lawatan ke sejumlah
negara Asia (Filipina, Hongkong, Thailand, dan Malaysia). Hampir semua
tim negara tersebut berhasil ditaklukkan. PSSI mencetak 25 gol dan hanya
kemasukan 6 gol. 19 gol diborong oleh Ramangpemain PSSI kelahiran
Makassar yang bertindak sebagai penyerang.
PSSI saat itu diperkuat oleh pemain-pemain handal: Ramang sanga
(striker), Maulwi Saelan (kiper), Rasjid, Chaeruddin, Ramelan, Sidhi,
Tan Liong Houw, Aang Witarsa, Thio Him Tjiang, Danu, Phoa Sin Liong, dan
Djamia.
Tak puas berjaya di Asia, PSSI mulai menjajal timnas atau klub-klub
eropa: Yugoslavia, Uni Soviet, klub Stade de Reims, klub Locomotive, dan
lain-lain. Indonesia juga sempat melibas RRT (Repulik Rakyat Tiongkok)
dengan skor 2-0. Dua gol itu diciptakan Ramang. Satu gol diciptakan
dengan tendangan salto.
Pada Asian Games tahun 1958, Indonesia mendapat perunggu dari cabang
sepak bola. Sedangkan pada saat Olimpiade di Melbourne, Australia, tahun
1956, Indonesia sempat menahan imbang raksasa Uni Soviet. PSSI baru
ditundukkan setelah perpanjangan waktu. Soviet sendiri jadi juara umum
kala itu.
Bung Karno sendiri menganggap olahraga sangat penting. Terlebih bagi
bangsa Indonesia yang sedang menjalankan nation building. Olahraga, di
mata Bung Karno, adalah alat revolusi. Karenanya, ia segera mengeluarkan
Kepres No 263/1963 untuk mencanangkan Indonesia jadi 10 besar dalam
bidang olahraga.
Tidak berhenti di situ, Soekarno juga menganggap olahraga sebagai proses
pembangunan kembali martabat bangsa. Karenanya, pada tahun 1958, Bung
Karno berniat membangun gelanggang olahraga. Proyek itu meraup anggaran
sebesar US$ 12,5 juta atau Rp 117,6 miliar. Semuanya atas bantuan Uni
Soviet.
Istana Olahraga (Istora) selesai dibangun pada 21 Mei 1961: Stadion
Renang, Stadion Madya, dan dan Stadion Tenis (Desember 1961), Gedung
Basket (Juni 1962), serta Stadion Utama (21 Juli 1962). Kompleks stadion
olahraga dibangun selama 2 1/2 tahun, siang dan malam oleh 14 insinyur
Indonesia, 12.000 pekerja sipil dan militer bergantian dalam 3 shift.
Yang menarik, Bung Karno sukses membangun stadion sepak bola yang bisa
menampung 100.000 orang. Stadion inikelak bernama Gelora Bung Karno
(GBK)termasuk stadion terbesar dan termegah pada jamannya. Stadion ini
menggunakan arsitektur temu gelang (melingkar). Sayang, pada tahun 2007,
stadion ini disusutkan kapasitasnya menjadi 80.000.
Bung Karno sendiri mengatakan, Ya, memberantas kelaparan memang penting,
tetapi memberi makan kepada jiwa-jiwa yang telah diinjak-injak
(kolonialisme) dengan sesuatu yang dapat membangkitkan kebanggaan
merekainipun penting.
Ingat stadion Gelora Bung Karno (GBK) berarti ingat Bung Karno. Stadion
GBK adalah satu-satunya yang tersisa dari jaman kejayaan sepak-bola
kita. Sayang, pemerintah sekarang tak punya perhatian terhadap sepak
bola.
Thursday, 2 July 2015
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment