Dikisahkan bahwa salah seorang anak putri Ki Gede Sebayu yang bernama Nini Dwijayanti memang terkenal cantik, cerdas, dan cekatan. Kegemarannya menunggang kuda membikin banyak orang semakin kagum. Konon, kalau Nini Jayanti sedang di atas pelana kuda kesayangannya akan tampak seperti bidadari yang turun dari langit biru. Jadi, wajarlah bila namanya populer di kalangan masyarakat. Wajar juga banyak pemuda atau perjaka yang ingin menyuntingnya.
Ki Gede Sebayu sering didatangi utusan yang menanyakan keadaan NIni Jayanti. Ada yang berterus terang ingin melamar, ada juga yang hanya sekadar mencari-cari keterangan. Pendek kata, Ki Gede Sebayu harus melayani banyak orang yang sama-sama berharap dapat menyunting Nini Jayanti. Ternyata hal itu menimbulkan kerepotan sebab keputusan bukan di tangannya sendiri. Jadi, tidaklah gampang menjawab atau menolaknya. Kemudian pada suatu senja, berkatalah dia kepada Nini Jayanti dengan kata-kata yang ramah.
“Ketahuilah anakku, sudah banyak orang yang menanyakan dirimu. Kata mereka, Nini Jayanti sudah pantas bersanding dengan seorang jejaka yang tampan. Lantas, bagaimana pendapatmu sendiri?”
“Alhamdulillah, Kalau betul banyak yang memandang saya berlebihan. Padahal rasanya masih harus belajar banyak perkara. Sedangkan soal perkawinan, pasti Ayahanda sudah menyimpan kebijaksanaan,” jawab Nini Jayanti dengan santun, tegas, dan jelas.
Jawaban itu membuat Ki Gede Sebayu merasa bangga dan terharu. Kemudian melanjutkan kalimatnya yang lembut.
“Nini Jayanti, perkawinan itu boleh dianggap gampang, tetapi kadang juga dianggap sukar. Buat orang jelata biasanya gampang. Namun sering menjadi sulit buat orang yang tinggi-tinggi.”
“Apakah sebabnya, Ayah?”
“Kebutuhan orang jelata itu sederhana. Sedangkan kebutuhan orang berpangkat makin banyak. Jadi timbbullah kesulitan.”
“Saya sendiri ingin kehidupan yang sederhana. Mengapa harus dipandang sulit?”
“Kesulitan bukan pada dirimu, Jayanti. Yang sulit adalah menetapkan satu pilihan dari belasan calon suami. Jangan sampai kelak timbul penyesalan.”
Nini Jayanti terdiam sejenak. Kemudian menjawab dengan penuh kesantunan.
“Ketika Jayanti masih kecil sering mendengar dongeng dan hikayat tentang sayembara perkawinan. Apakah boleh dicontoh?”
“Engkau sungguh cerdas, Jayanti. Dengan sayembara itu akan tampak adil dan pasrah kepada takdir Illahi. Lantas, apakah sayembaranya?”
Ternyata Nini Jayanti tidak mengharapkan sayembara harta kekayaan, ketampanan, dan kepangkatan. Usulnya adalah sayembara kesaktian. Katanya siapa pun yang dapat menebang dan merobohkan pohon jati raksasa di gunung selatan akan dijadikan suami Nini Dwi Jayanti, biar pun dia jelata miskin, atau tidak berpangkat akan tetap dilayani sepanjang hayat.
Akhirnya diputuskan sayembara itu dilaksanakan pada hari Jum’at Kliwon setelah sembahyang Jum’at. Tibalah pada hari yang ditentukan. Pada waktu itu datanglah 25 perjaka dari berbagai daerah dengan sejumlah pengiringnya. Kebanyakan dari mereka membawa pethel (Kampak). Pethel adalah alat pemotong kayu yang terbuat dari bilah besi yang kokoh bentuknya pipih dan terpasang miring pada kayu atau pegangan. Pethel itu harus diayunkan keras dengan tenaga keras agar tertancap mendalam dengan cara itulah biasanya batang kayu yang besar dan kokoh lama-lama akan tumbang.
Untuk menghormati keberanian mereka dibuatlah perkemahan di sekitar pohon jati raksasa tersebut, tiap perjaka diberikan satu kemah sehingga ada 25 kemah di gunung selatan. Tentu saja pada zaman itu belum ada kata kemah. Yang lazim adalah kata candi yang berarti ‘rumah’. Jadi, dalam waktu singkat berdirilah dua puluh lima candi di gunung selatan.
Ki Gede Sebayu membuka sayembara itu dengan doa yang khusyuk. Kemudian menegaskan kepada seluruh peserta sayembara agar tampil dengan jiwa satria. Katanya, yang gagal janganlah menyesal, sedangkan yang menang janganlah sombong. Kelak semuanya harus tetap bersahabat. Kalau perlu dijamin damai tinggal di Tetegal. Pendek kata, semuanya harus berserah diri kepada takdir Illahi.
Setiap peserta disediakan waktu sehari penuh untuk melaksanakan tugasnya. Pada malamnya, mereka dihibur dengan seni kentrung, seni mendongeng hikayat dengan iringan musik seperti rebana dan kendang. Lakon yang dipilih adalah Hikayat Putri Joharmanik dari Negeri Bagdad. Konon, Putri Joharmanik adalah citra seorang gadis yang cantik, cerdas, dan cekatan.
Satu per satu mereka memperlihatkan kehebatan masing-masing. Tepuk tangan dan sorak sorai penonton semarak berkepanjangan. Setiap sore berduyun-duyun penduduk ingin menyaksikan robohnya jati raksasa. Akan tetapi, selama belasan hari belum ada tanda-tandanya. Padahal setiap peserta sudah menguras tenaganya dengan susah payah. Ternyata pohon itu tetap bertahan. Bahkan keesokan paginya pulih seperti asalnya.
Namun, hal itu tidak mengendurkan semangat para peserta. Yang sudah gagal pun masih bertahan di kemahnya. Ingin menyaksikan siapakah kelak pemenangnya.
Pada hari-hari terakhir, tontonan itu semakin meriah. Orang-orang semakin penasaran hendak mengetahui sang pemenang. Sampai-sampai banyak penduduk yang tidak pulang ke rumahnya. Bahkan ada yang mengajak istri dan anak-anaknya. Mereka bertahan di sanan karena dijamin makan dan minum oleh Ki Gede Sebayu. Pendek kata, tempat itu mendadak manjadi pusat keramaian.
Pada hari terakhir, suasana semakin tegang. Ki Gede Sebayu terus komat-kamit berdoa. Wajah Nini Jayanti pun memucat. Matanya meredup menahan tangis sambil bergayut ke pundak ibunya. Pikirnya, Kalau tak ada yang menang, bagaimanakah nasibnya?
Menjelang sore datanglah seorang santri diiringi sejumlah remaja yang santun-santun. Dia mengaku bernama Ki Jadug dan memohon izin mengikuti sayembara. Dia terlambat karena memang baru saja mendengar kabar di perjalanan.
Kemudian berkatalah Ki Gede Sebayu dengan nada rendah.
“Baiklah. Silakan mencobanya. Mudah-mudahan Allah melimpahkan mukjizat-Nya kepadamu.”
Sejenak Ki Jadug berpamitan untuk berwudu, lantas bersembahyang dua rekaat disaksikan seluruh penonton yang berdebar. Ada yang kontan ikut berdoa. Ada yang mengusap air mata. Ada yang tersenyum kecut. Ada juga yang secara lirih mengejeknya.
Tidak lama kemudian, tampaklah Ki Jadug mengayunkan kampaknya dengan jurus silat yang hebat. Ternyata pada ayunan kelima terdengarlah gemuruh angin lesus dan bumi pun berguncang. Orang-orang berlarian menjauhi gelanggang. Pada saat itulah pohon jati raksasa roboh perlahan-lahan tanpa menyentuh seorang pun di sekitarnya.
Lantas terdengarlah sorak sorai berkepanjangan. Setelah mereda, berkatalah Ki Gede Sebayu kepada segenap orang yang hadir.
“Saudara-saudaraku, saksikanlah, takdir Allah menetapkan Ki Jadug menjadi Suami Nini Jayanti. Upacara pernikahan akan dilaksanakan dengan syariat Islam dan adat yang pantas. Saksikan juga bahwa jati keramat ini adalah milik kita bersama. Kelak akan menjadi tiang utama atau saka guru keraton di bumi Tetegal. Saksikan juga kelak apabila tempat ini menjadi makmur akan bernama Candi Selawe. Sekarang bubaran dan bersyukur kepada Allah SWT.”
Orang-orang pun bubaran dengan hati yang lapang. Kelak tahulah mereka bahwa santri Ki Jadug adalah seorang bangsawan Mataram. Dia sengaja mengembara untuk berguru dan berdakwah. Setelah menikah dengan Nini Dwijayanti lantas menggunakan nama aslinya, Pangeran Purbaya. Mereka hidup bahagia dan dikenal sebagai tokoh terpandang di daerah Tegal.
Adapun nama Candi Selawe yang berarti ‘candi’ atau rumah dua puluh lima buah’ itu lama-lama terucapkan Selawe atau Selawi atau Slawi seperti sekarang. Pada tahun 1956, kota tersebut ditetapkan sebagai ibukota Kabupaten Tegal. Namun, Perpindahan Kantor Kabupaten Tegal ke Slawi baru berlangsung pada tahun 1986.
Sumber : Cerita rakyat dari Tegal (Jawa Tengah)
BAU MELATI..
Nama Slawi memang jauh kurang populer dibanding Tegal. Bahkan kota Slawi identik juga dengan Kota Tegal. Padahal keduanya merupakan dua buah kota yang berbeda. Kota Tegal merupakan salah satu kota tersendiri di Provonsi Jawa Tengah, sementara Kota Slawi merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Tegal yang juga merupakan Ibu Kota Kabupaten Tegal. Letak Kota Slawi sendiri kurang lebih 14 km sebelah selatan Kota Tegal.
Ada satu yang unik dari kota Slawi ini, yaitu bau harum teh melati hampir disetiap sudut kotanya. Jika Anda masuk ke kota Slawi dari arah utara atau dari arah kota Tegal, bahkan bau wangi teh melati sudah mulai tercium sebelum Anda memasuki kota Slawi. Setelah Anda memasuki kota, dan berada di daerah sekitar Ruko terbesar di Kota Slawi, wanginya teh melati akan kembali tercium. Dan masih banyak beberapa titik lain harumnya teh melati di kota Slawi. Bagi yang belum pernah ke Slawi, silakan Anda bayangkan bagaimana segarnya aroma teh melati yang menghiasi beberapa sudut kota.
Hal ini menjadi aneh karena Slawi merupakan dataran rendah yang tidak memiliki kebun teh. Lalu apa penyebab dari wangi teh melati dibeberapa titik di kota Slawi? Dan jawabannya adalah di daerah Slawi dan sekitarnya terdapat empat pabrik teh besar yang menguasai pasar dalam negeri, yaitu teh 2 Tang, Teh Poci, Teh Tong Tji, dan Teh Gopek. Keempat pabrik teh itu berdiri hampir bersamaan, yaitu sekitar tahun 1940-an. Salah satu ciri dari keempat produk teh tersebut adalah teh beraroma melati, itulah yang menjadi sebab kota Slawi wangi teh melati.
SLAWI
Slawi adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Indonesia, yang juga merupakan Ibu Kota Kabupaten Tegal.
Geografi
Slawi terkenal dengan produksi teh dan budaya moci (minum teh poci). Meskipun terkenal dengan teh, Slawi bukan merupakan dataran tinggi dengan hawa dingin dengan banyak kebun teh. Slawi merupakan daerah yang dekat dengan Pantura sehingga suhunya cenderung panas dengan kontur tanah yang landai tidak berbukit-bukit.
Perbatasan
Utara Kecamatan Adiwerna
Selatan Kecamatan Lebaksiu
Barat Kecamatan Dukuhwaru
Timur Kecamatan Pangkah
Kecamatan Slawi terdiri dari 5 desa dan 5 kelurahan, yaitu:
Desa
Dukuhsalam
Dukuhwringin
Kalisapu
Slawi Kulon
Trayeman
Kelurahan
Kagok
Kudaile
Pakembaran
Procot
Slawi Wetan
Mata pencarian
Mata pencaharian penduduknya antara lain petani, pegawai negeri,
industri logam, dan industri rumah tangga yang meliputi industri
perkayuan (perabotan kayu jati), tekstil (tenun sarung tradisional),
kerajinan shuttle cock dan lain-lain. Slawi merupakan kota cikal bakal
produsen teh terkemuka di Indonesia yaitu Sosro.
Bahasa
Bahasa Tegal memiliki kemiripan dengan bahasa Banyumas (ngapak) yaitu
dalam kosakata, namun kebanyakan masyarakat Tegal tidak mau disamakan
dengan ngapak karena dialek yang berbeda. Bahasa ini umum digunakan di
wilayah bagian utara Kabupaten Tegal, Kota Tegal, bagian barat Kabupaten
Pemalang, dan bagian timur Kabupaten Brebes.
Budaya
Kebudayaan lainnya yang dapat ditemukan di Slawi adalah wayang kulit dan
batik tradisional. Ada pula industri kerajinan tangan dan industri
logam.Monumen Perjuangan GBN ( Procot )
Terletak di Jl. Ahmad Yani tepatnya didepan Masjid Agung Slawi :
Monumen ini merupakan monument bersejarah pada masa Pemberontakan Darul Islam / Tentara Islam Indonesia ( DI / TII ). Gerakan DI / TII juga menyerang jawa tengah, Aceh dan Sulawesi Selatan. Gerakan Di / TII di Jawa Tengah yang di pimpin oleh Amir Fatah di bagian utara, yang bergerak di daerah Tegal, Brebes dan Pekalongan. Setelah bergabung dengan kartosuwiryo, Amir Fatah diangkat menjadi Komandan Angkatan Jawa Tengah. Dengan Pangkat Mayor Jenderal Tentara Islam Indonesia, untuk menghancurkan gerakan ini. Pada bulan januari 1950 di bentuk Komando Gerakan Banteng Negara ( GBN ) dibawah Letkol Sarbini.
Pusat Perdagangan
Ruko Slawi merupakan salah satu pusat perdagangan di kota slawi,
dulunya Ruko ini hanyalah sebuah pasar yang akhirnya di pindahkan di
daerah Trayeman dan di bangunlah pusat perdagangan ini yang letaknya di
pusat kota slawi.Mutiara Cahaya ( Supermarket Pertama Di Slawi )
Mutiara cahaya 1 merupakan salah satu Supermarket pertama kali di kota slawi, terletak di depan pusat perdagangan kota slawi ( RUKO ), begitu pula dengan Mutiara Cahaya 2 yang letaknya persis di samping Mutiara Cahaya 1.
Tambun ( Pertigaan Taman Bunga )
Tambun ( Taman Bunga ) adalah pertiga'an di kota slawi, tepatnya di Depan SMA N1 SLAWI.
Pertiga'an ini merupakan tiga arah menuju ke Timur, Barat dan Selatan,jika ke Timur menuju kecamatan Pangkah, Barat menuju kecamatan Dukuh Waru dan jika ke Selatan menuju kecamatan Lebaksiu.
Banyak Orang bertanya ..... apasih kebiasa'an orang Slawi...?
Nah... salah satu kebiasa'an orang Slawi adalah Moci, dan ini sudah menjadi tradisi / kebiasa'an orang Slawi sejak dulu. Moci adalah minuman sederhana asal Slawi ini memang khas baik rasa maupun penyajiannya. Tehnya diseduh dalam poci dari tanah liat dan diberi pemanis berupa gula batu. Saat dihirup kala cuaca dingin ... rasa teh poci yang wangi, panas, sepet, legi, lan (dan) kentel ini makin nikmat saja!
Kini penggemar teh asal Slawi, Jawa Tengah ini bisa dibilang tak sedikit. Jika dulu orang tidak begitu mengenal teh poci, kini teh poci banyak dijual di warung, rumah makan, hingga restoran terutama yang menyajikan menu Jawa. Apa sih yang membuat teh yang satu ini istimewa?
Teh poci memang berbeda dengan teh lainnya. Pertama - tama dari soal penyajiannya sendiri yaitu menggunakan poci khusus yang terbuat dari tanah liat. Begitu pula dengan cangkirnya yang juga terbuat dari tanah liat, sehingga teh poci umumnya disajikan dalam wadah nampan yang berisi poci dan dua buah gelas. Kesemuanya terbuat dari tanah liat.
Untuk teh poci ini menggunakan jenis teh hitam yang beraroma harum dengan rasa sepet - sepet yang enak di lidah. Sehingga muncullah istilah 'teh poci wasgitel' yaitu wangi, panas, sepet, legi, lan ( dan ), kentel ( kental ). Kemudian daun teh diseduh dengan air panas seperti teh tubruk sehingga kental.
Sebagai pemanis tidak disediakan gula pasir melainkan gula batu yang biasanya sudah ditaruh dalam cangkir. Semakin lama pemakaian poci ini biasanya rasa teh akan semakin nikma, apa lagi kalau ada pasangannya yaitu mendoan ( tempe goreng yang di beri adonan tepung dan di goreng setengah matang ) dengan sambal kecap.
Untuk minum teh dengan poci tanah ada tata caranya :
- jika poci tanah masih baru harus di rebus dulu dengan air teh selama beberapa hari, atau isi poci dengan teh dan air mendidih biarkan seharian besoknya ganti lagi dengan yang baru, pokoknya sampai bau tanahnya hilang.
- Dan cara mengaduknya juga, bila memakai gula pasir jangan pernah pada tuangan pertama gulanya mencair semua, usahakan bertahap mengaduknya karena pasti akan berkali-kali menuangkan teh ke dalam cangkir.
- Makanya paling nikmat kalo memakai GULA BATU, karena rasa manisnya awet dan lebih gimana gitu…. pokoknya top lah! Satu lagi, yang terpenting bila kita memakai poci tanah jangan ganti-ganti merk teh, jadi harus setia dengan satu merk. Karena ini akan mempengaruhi rasa tehnya .
Makanan Khas Kota Slawi :
Moci - Budaya minum teh sebagai teman ngobrol, biasanya dilakukan beramai-ramai. Teh dijarangi pada poci tanah ( teh poci ). kemudian dituang ke dalam cangkir dengan pemanis. gula batu. Teh dalam cangkir tidak diaduk. sehingga rasa manis ditemukan pada saat isi teh dalam cangkir hampir habis. Hal ini menyebabkan cangkir terus dituangi.
Mendoan - Tempe goreng dilapis tepung dengan bumbu. digoreng setengah matang. Biasanya sebagai teman minum teh Poci, dihidangkan dengan kecap dicampur cabe rawit. Mendoan juga didapati di daerah Banyumas.
Sega Lengko - Nasi lengko adalah nasi dengan bahan pelengkap seperti tempe, tahu yang diiris dadu, toge, kol mentah, dan sambal kacang beserta kerupuk.
Tahu Aci - Tahu kuning yang dipotong setengah dengan arah potongan diagonal kemudia bekas potongan yang diagonal tersebut diberi adonan tepung sagu ( aci dalam bahasa Slawi ) kemudian digoreng.
Rujak Teplak - rujak teplak bahan dasarnya sangat sederhana yaitu sayur mayur seperti kangkung, daun pepaya, mentimun, pare, kol, tauge..atau dapat ditambahkan sayuran sesuai selera. yang khas adalah sambalnya karena sambalnya dibuat dari singkong yang telah dihaluskan trus dicampur dengan adonan cabe.
Tahu Pletok - tahu pletok itu sama dengan tahu aci, lalu dimana letak perbedaannya? Disinilah letak perbedaannya. Jika tahu aci terbuat dari tahu kuning, maka tahu pletok terbuat dari tahu kulit yang berwarna coklat. Biasanya tahu coklat ini berbentuk segitiga. Untuk membuat tahu pletok, tahu kulit tersebut dibelah menjadi dua tetapi tidak sampai terbelah. Dibiarkan menjadi bentuk kotak persegi panjang. Kemudian, diatasnya di olesi dengan adonan aci kemudian digoreng sampai garing dan renyah. Inilah yang membedakannya dengan tahu aci. Jika adonan tahu aci itu kenyal, maka untuk tahu pletok justru dibiarkan garing dan gurih.
Krupuk Antor Glopot - krupuk antor ini juga merupakan salah satu cemilan khas slawi,krupuk ini sangat enak dan bumbunya sangat banyak,oleh karenanya orang - orang menamainya krupuk antor glopot.
Dan masih banyak lagi yang lainnya, seperti dodol glempang ( jenang ), gemblong kocar kacir, kacang asin bogares, pilus ( makanan kecil / snack dari tepung trigu ), martabak lebaksiu, nasi ponggol dll.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteKunjungi balik gan ya. Terimakasih banyak.
ReplyDeletePUSAT PEMESANAN KUBAH MASJID SE INDONESIA DAN LUAR NEGERI
Hubungi : Bapak SutaRno
Telp / SMS / WA : 0853 2425 8149 / 0853 2594 3399
BBM : 5D451962
Masa kecil saya dulu tinggal di Slawi, tepatnya di Slawi pos
ReplyDeleteSaya ga tahu kenapa disebut slawi pos padahal masih ikut kelurahan slawi kulon, pas perempatan disitu ada menara air (waterleideng) sekitar situlah saya tinggal, terahir tahun 1977, SD saya SD 1, dilanjut SMP nya SMP 1 Dukuh mingkrik, kemudian melanjutkan ke STM PERKAPALAN di Tegal.sejak itu saya tinggal di Bandung sampe sekarang, Slawi kota kenangan bagi saya, barangkali masih ada yang mengenal saya teman sekolah maupun sepermainan dulu. o...ya ayah meninggal tahun 72 dan dimakamkan di kuburan penjalin depan rumah sakit
bangga juga jadi orang slawi ayu
ReplyDeleteSaya bukan berasal dari Slawi tapi karena istri saya orang Slawi saya jadi cinta dengan kota Slawi
ReplyDeletesaya hadir dari kalisapu hehehehe.selalu bangga dg slawi...dan di desa saya ada satu tajug,klo jaman skrg namanya{musholla}tertua di slawi.musholla tsb jga ada kaitannya dg cerita pangeran purbaya.
ReplyDelete