Asal mula
Disebutkan Aji Saka berasal dari Bumi Majeti. Bumi Majeti sendiri
adalah negeri antah-berantah mitologis, akan tetapi ada yang menafsirkan
bahwa Aji Saka berasal dari Jambudwipa (India) dari suku Shaka
(Scythia), karena itulah ia bernama Aji Saka (Raja Shaka). Legenda ini
melambangkan kedatangan Dharma (ajaran dan peradaban Hindu-Buddha) ke
pulau Jawa. Akan tetapi penafsiran lain beranggapan bahwa kata Saka
adalah berasal dari istilah dalam Bahasa Jawa saka atau soko yang
berarti penting, pangkal, atau asal-mula, maka namanya bermakna "raja
asal-mula" atau "raja pertama". Mitos ini mengisahkan mengenai
kedatangan seorang pahlawan yang membawa peradaban, tata tertib dan
keteraturan ke Jawa dengan mengalahkan raja raksasa jahat yang menguasai
pulau ini. Legenda ini juga menyebutkan bahwa Aji Saka adalah pencipta
tarikh Tahun Saka, atau setidak-tidaknya raja pertama yang menerapkan
sistem kalender Hindu di Jawa. Kerajaan Medang Kamulan mungkin merupakan
kerajaan pendahulu atau dikaitkan dengan Kerajaan Medang dalam catatan
sejarah.Ringkasan
Membawa peradaban ke Jawa
Segera setelah pulau Jawa dipakukan ke tempatnya, pulau ini menjadi dapat dihuni. Akan tetapi bangsa pertama yang menghuni pulau ini adalah bangsa denawa (raksasa) yang biadab, penindas, dan gemar memangsa manusia. Kerajaan yang pertama berdiri di pulau ini adalah Medang Kamulan, dipimpin oleh raja raksasa bernama Prabu Dewata Cengkar, raja raksasa yang lalim yang punya kebiasaan memakan manusia dan rakyatnya.
Pada suatu hari datanglah seorang pemuda bijaksana bernama Aji Saka yang berniat melawan kelaliman Prabu Dewata Cengkar. Aji Saka berasal Bumi Majeti. Suatu hari menjelang keberangkatannya ia memberi amanat kepada kedua abdinya yang bernama Dora dan Sembodo, bahwa ia akan berangkat ke Jawa. Ia berpesan bahwa saat ia pergi mereka berdua harus menjaga pusaka milik Aji Saka. Tidak ada seorangpun yang boleh mengambil pusaka itu selain Aji Saka sendiri.
Setelah tiba di Jawa, Aji Saka menuju ke pedalaman tempat ibu kota Kerajaan Medang Kamulan. Ia kemudian menantang Dewata Cengkar bertarung. Setelah pertarungan yang sengit, Aji Saka akhirnya berhasil mendorong Prabu Dewata Cengkar ke laut Selatan (Samudra Hindia). Akan tetapi Dewata Cengkar belum mati, ia berubah wujud menjadi Bajul Putih (Buaya Putih). Maka Aji Saka naik takhta sebagai raja Medang Kamulan.
Cerita lain menyebutkan, Ajisaka mendatangi Prabu Dewata Cengkar, untuk bersedia dimakan menjadi mangsanya. Sang raja menanyakan kepada Ajisaka, sebelum dia dijadikan mangsanya, diperbolehkan meminta satu permintaan.
Kemudian Ajisaka meminta sebidang tanah selebar ikat kepalanya, kemudian sang Prabu mengukur tanah tersebut bersama sama Ajisaka. Dengan kesaktian Ajisaka, ternyata ikat kepala tersebut ternyata tambah luas, sampai akhirnya ujung ikat kepala yang dipegang Prabu Dewata Cengkar sampai ke pinggir Pantai Lautan.
Maka dengan kesaktiannya , Ajisaka menggoyangkan kain ikat kepala tersebut, maka Prabu Dewata Cengkar tenggelam ke Laut, dan menjelmalah menjadi Buaya Putih..
Kisah ular raksasa
Sementara itu seorang perempuan tua di desa Dadapan, menemukan sebutir
telur. Ia meletakkan telur itu di lumbung padi. Setelah beberapa waktu
telur itu hilang dan sebagai gantinya terdapat seekor ular besar di
dalam lumbung itu. Orang-orang desa berusaha membunuh ular itu, akan
tetapi secara ajaib ular itu dapat berbicara: "Aku anak dari Aji Saka,
bawalah aku kepadanya!" Maka diantarkanlah ia ke istana. Aji Saka mau
mengakui ular itu sebagai putranya dengan syarat bahwa ular itu dapat
mengalahkan dan membunuh Bajul Putih di Laut Selatan. Ular itu
menyanggupi, setelah berkelahi dengan sangat sengit dengan kedua pihak
memperlihatkan kekuatan yang luar biasa, ular itu akhirnya dapat
membunuh Bajul Putih.Sesuai janjinya ular itu diangkat anak oleh Aji Saka dan diberi nama Jaka Linglung (anak lelaki yang bodoh). Di istana Jaka Linglung dengan rakus memangsa semua hewan peliharaan istana. Sebagai hukumannya sang raja mengusir dia ke hutan Pesanga. Ia diikat erat hingga tak dapat bergerak, lalu Aji Saka bersabda bahwa ia hanya boleh memakan benda apa saja yang masuk ke mulutnya.
Suatu hari ada sembilan orang bocah lelaki bermain di hutan. Tiba-tiba turun hujan, mereka pun berlarian mencari tempat berteduh. Untungnya mereka menemukan sebuah gua. Hanya delapan anak yang masuk berteduh ke gua itu. Seorang anak yang menderita penyakit kulit dilarang ikut masuk ke dalam gua. Tiba-tiba gua runtuh dan menutup pintu keluarnya. Delapan orang bocah itu hilang terkurung di gua. Sesungguhnya gua itu adalah mulut Jaka Linglung.
Asal mula aksara Jawa
Sementara setelah Aji Saka memerintah di Medang Kamulan, Aji Saka mengirim utusan pulang ke rumahnya di Bumi Majeti untuk mengabarkan kepada abdinya yang setia Dora and Sembodo, untuk mengantarkan pusakanya ke Jawa. Utusan itu bertemu Dora dan mengabarkan pesan Aji Saka. Maka Dora pun mendatangi Sembodo untuk memberitahukan perintah Aji Saka. Sembodo menolak memberikan pusaka itu karena ia ingat pesan Aji Saka: tidak ada seorangpun kecuali Aji Saka sendiri yang boleh mengambil pusaka itu. Dora dan Sembodo saling mencurigai bahwa masing-masing pihak ingin mencuri pusaka tersebut. Alhirnya mereka bertarung, dan karena kedigjayaan keduanya sama maka mereka sama-sama mati. Aji Saka heran mengapa pusaka itu setelah sekian lama belum datang juga, maka ia pun pulang ke Bumi Majeti. Aji saka terkejut menemukan mayat kedua abdi setianya dan akhirnya menyadari kesalahpahaman antara keduanya berujung kepada tragedi ini. Untuk mengenang kesetiaan kedua abdinya maka Aji Saka menciptakan sebuah puisi yang jika dibaca menjadi Aksara Jawa hanacaraka. Susunan alfabet aksara Jawa menjadi puisi sekaligus pangram sempurna, yang diterjemahkan sebagai berikut.[2]:
Hana caraka Ada utusan
data sawala Yang saling berselisih
padha jayanya (Mereka) sama jayannya (dalam perkelahian)
maga bathanga Inilah mayat (mereka).sama sama menjadi mayat
secara rinci:
hana / ana = ada
caraka = utusan (arti sesungguhnya, 'orang kepercayaan')
data = punya
sawala = perbedaan (perselisihan)
padha = sama
jayanya = 'kekuatannya' atau 'kedigjayaannya', 'jaya' dapat berarti 'kejayaan'
maga = 'inilah'
bathanga = mayatnya
Hana caraka (Ada utusan)
Data sawala (Mereka punya perselisihan)
Padha jayanya (Keduanya sama jayanya dalam pertempuran)
Maga bathanga (Maka inilah mayatnya) sama sama jadi mayat
Dari Wikipedia bahasa Indonesia
0 comments:
Post a Comment